ARTIKEL-Gerakan 30 September

Artikel By Abdurrahman

By : Wikipedia                      
Edited by : Abdurahman
Gerakan 30 September (dalam dokumen pemerintah tertulis Gerakan 30 September/PKI, disingkat G30S/PKI, GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh), GESTOK (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 ketika enam perwira tinggi dan satu perwira pertama diculik dan dibunuh, dan jasad mereka dimasukkan ke dalam sumur tua di daerah Lubang Buaya, Pondok Gede.Mereka yaitu : Jenderal Ahmad Yani, Letjen S. Parman, Letjen Soeprapto, Letjen M.T Haryono, Mayjen Soetoyo, Mayjen D.I Pandjaitan, dan Lettu Pierre Tendean.



Pierre Tendean sebenarnya bukanlah sasaran penculikan. Ia merupakan ajudan dari Jenderal Nasution yang mengaku sebagai Nasution guna melindungi Nasution. Nasution lah yang merupakan sasaran penculikan yang sebenarnya. Pada kala itu Nasution melarikan diri, namun kaki nya tertembak tetapi beliau selamat. Justru yang paling menyedihkannya anaknya sendiri malahan yang menjadi korban penembakkan, yakni Ade Irma Nasution.
Mengenai nasib Ahmad Yani, D.I Pandjaitan, dan M.T Haryono. Mereka tewas diberondong peluru dirumahnya masing – masing, namun yang lainnya diculik hidup – hidup dan dibunuh di Lubang Buaya, Pondok Gede.
Meletusnya peristiwa berdarah G30S sendiri dilatar belakangi oleh beberapa hal yang sudah pasti urusan politik, yang diantaranya : Menyebarnya Isu Dewan Jenderal di kalangan militer dan pejabat tinggi Negara, Isu dokumen Gilchrist, Kondisi kesehatan Bung Karno yang memburuk, Gerakan Kampanye ‘Ganyang Malaysia’ yang dipelopori oleh Presiden Soekarno. Dewan Jenderal merupakan istilah yang dipakai bagi para petinggi Angkatan Darat yang tidak puas terhadap kebijakan Presiden Soekarno dan berniat untuk melakukan kudeta/kup. Dokumen Gilchrist yang diambil dari nama Duta Besar Kerajaan Inggris untuk Indonesia Andrew Gilchrist beredar hamper bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal. Dokumen ini, yang oleh beberapa pihak disebut pemalsuan oleh intelijen Ceko, yang menyebutkan istilah ‘Our Local Army Friends’ (Teman Tentara Lokal Kita)” yang mengesankan bahwa perwira – perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat. Sedangkan di sisi lain, Negara Malaysia yang baru terbentuk pada tanggal 16 September 1963 adalah salah satu faktor penting dalam insiden ini. Konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam Gerakan G30S.
G30S dalam pelaksanaannya dipimpin dan dikomandani oleh Letkol Untung yang juga merupakan komandan Tjakrabirawa. Untung Sjamsuri merupakan salah satu tokoh penting dalam Gerakan 30 September 1965. Peran Letkol kelahiran Kedungbajul, Kebumen, Jawa Tengah pada 3 Juli 1926 adalah sebagai pemimpin penculikan yang ditengarai orang dekat Soeharto.



Untung membagi tiga pasukannya. Pasukan Pasopati (Tjakrabirawa dan Brigif) bertugas menculik para Jenderal, Bimasakti (Yon 454 dan Yon 530) bertugas mengawal kawasan Monas dan merebut RRI serta Telkom, lalu pasukan Gatotkaca yang menjaga Lubang Buaya (terdiri dari PPP dan sukarelawan).
Hubungan Soeharto-Untung terjalin lagi saat Soeharto menjabat Panglima Kostrad yang mengepalai operasi pembebasan Irian Barat, 14 Agustus 1962. Untung terlibat dalam operasi yang diberi nama operasi Mandala itu. Saat itu Untung adalah anggota Batalion 454 Kodam Diponegoro, yang lebih dikenal dengan Banteng Raiders.
.

 



Karir Untung semakin dekat pusaran politik nasional setelah masuk menjadi anggota Tjakrabirawa pada pertengahan 1964. Tidak tanggung – tanggung dua kompi Banteng Raiders saat itu pun dipilih menjadi anggota Tjakrabirawa. Jejak Soeharto terlihat dengan penempatan Untung dan Banteng Raiders sebagai anggota Tjakrabirawa, pasukan pengamanan Presiden di Istana. Sebabnya, Soeharto yang memimpin Kostrad yang merekomendasikan batalion mana saja yang diambil menjadi Tjakrabirawa.



Selain sering bertugas bersama, kedekatan Soeharto dengan Untung lainnya ketika menghadiri pernikahan Untung di desa terpencil di Kebumen, Jawa Tengah. Kunjungan pada Februari 1965 itu dilakukan Soeharto yang sudah menjabat Panglima Kostrad bersama istrinya, Tien, untuk menghadiri pesta pernikahan mantan anak buahnya.
Untung juga pernah menyebut keterlibatan Soeharto pada peristiwa G30S 1965. Dalam bukunya, Soebandrio menyebut, di penjara, Untung pernah bercerita kepadanya bahwa pada 15 September 1965 Untung mendatangi Soeharto untuk melaporkan adanya Dewan Jenderal yang akan melakukan kup. Jawaban Soeharto tidak seperti memerintah Untung. “Bagus kalau kamu punya rencana begitu. Sikat saja, jangan ragu – ragu,” demikian kata Soeharto seperti diucapkan Untung kepada Soebandrio.


Kemudian menurut eks Menteri Luar Negeri Soebandrio, Soeharto memberikan dukungan kepada Untung untuk menangkap Dewan Jenderal dengan mengirim bantuan pasukan. Soeharto memberi perintah per telegram Nomor T.220/9 pada 15 September 1965 dan mengulanginya dengan radiogram Nomor T.239/9 pada 21 September 1965 kepada Yon 530 Brawijaya, Jawa Timur, dan Yon 454 Banteng Raiders Diponegoro, Jawa Tengah.







Kesatuan itu diperintahkan dating ke Jakarta untuk defile Hari Angkatan Bersenjata pada 5 Oktober. Anehnya pasukan tersebut membawa peralatan siap tempur dengan peluru tajam. Aneh” masak untuk defile prajurit mesti membawa peluru tajam. Semestinya tidak begitu, ada mekanismenya kalau di militer,” kata Laksamana Purnawirawan Omar Dhani, bekas Kepala Staf Angkatan Udara di era Presiden Soekarno.

Komentar

Postingan Populer